Sabtu, 30 November 2019


ANALGETIK
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri. Obat analgetik dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan NSAID. Golongan Opioid bekerja pada sistem saraf pusat, sedangkan golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perier dan sistem saraf pusat (Tjay. 2007).

Penggolongan analgetik
            Secara farmakologi analgetik dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :
1.    Analgetik perifer (Non narkotik)
Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bersifat sentral. Contoh : parasetamol, asetosal, methampyron, dan ibu profen
Mekanisme kerja analgetik perifer
Mekanisme aksi obat golongan ini adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX) sehingga proses pembentukan asam arakhidonat menjadi prostaglandin terhambat. Selain sebagai obat penghilang nyeri, obat ini juga dapat mengurangi peradangan (inflamasi) dan menurunkan demam (antipiretik) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik :
a.       Ibupropen
Ibu propen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.
b.      Paracetamol/acetaminophen
Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
c.       Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

2.    Analgetik Narkotik
Khusus diberikan untuk mengatasi rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Contoh : tramadol

Mekanisme Kerja analgetik Narkotik
Mekanisme obat ini yaitu mengaktivasi reseptor opioid pada SSP untuk mengurangi rasa nyeri. Aktivasi dari obat tersebut diperantarai oleh reseptor mu (µ) yang dapat menghasilkan efek analgesik di SSP dan perifer.

1.    Bagaimana interaksi obat analgetik ?
2.    Apakah ada senyawa yang terdapat dalam tanaman yang mempunyai aktivitas analgetik ?
3.    Bagaimana perkembangan sintesis senyawa yang memiliki aktivitas analgesik pada saat ini ?


Katzung B. G. 2007. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. Boston: McGraw Hill.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.


HEMATOLOGI
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang marfologi darah dan jaringan pembentuk darah. Darah merupakan komponen penting dalam penilaian kondisi  fisiologis tubuh. Darah terdiri dari plasma dan sel darah. Sel darah meliputi eritrosit, leukosit, dan trombosit. . Darah berfungsi untuk mengedarkan substansi yang masuk ke dalam tubuh maupun yang dihasilkan tubuh dari proses-proses metabolisme (Mitruka dan Rawnsley, 1981).
1.      Eritrosit
Eritrosit mamalia memiliki diameter rata-rata sebesar 7,5 µm. Eritrosit merupakan sel cakram tak berinti berbentuk bikonkaf dengan pinggiran sirkuler yang tebalnya sekitar 1,5 µm dan pusatnya tipis. Salah satu penyebab naiknya jumlah eritrosit adalah meningkatnya suhu tubuh, dikarenakan dengan suhu tubuh yang meningkat akan menyebabkan aktivitas penyerapan oksigen meningkat  

2.      Leukosit
Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti. Leukosit memiliki ukuran sel yang lebih besar, tetapi jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit. Leukosit berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap agen infeksi yang cepat dan kuat. Sistem pertahanan tersebut dilakukan dengan cara menghancurkan antigen melalui fagositosis atau pembentukan antibodi.

3.      Neutrofil
Neutrofil berperan dalam respon imun bawaan. Neutrofil memiliki masa hidup singkat yaitu sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Granula pada neutrofil tidak bewarna, mempunyai inti sel yang terangkai (kadang terpisah), dan banyak terdapat granula pada protoplasmanya (Handayani dan Haribowo, 2008)

4.  Limfosit
Limfosit berperan dalam respon imun adaptif. Terdapat dua jenis utama limfosit yaitu limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B) yang bersirkulasi dalam darah dan limfa. Kedua jenis limfosit tersebut melakukan respons pertahanan terhadap antigen yang berbeda tetapi saling melengkapi. Sel B akan mensekresi protein yaitu antibodi ketika terdapat antigen. Sel B dan sel T dapat mengenali antigen secara spesifik karena adanya reseptor antigen yang terikat pada membran plasma. Sel T umumnya bermigrasi ke kelenjar limfa perifer. Limfosit T dalam organ limfoid sekunder akan berkembang menjadi sel T helper (Th) atau T cytotoxic (Tc). Sel Th akan berinteraksi dengan antigen yang disajikan oleh APC (Antigen Presenting Cell).

5. Trombosit
Trombosit merupakan komponen sel darah yang tidak memiliki nukleus . Trombosit dihasilkan oleh megakariosit dalam sumsum tulang, memiliki bentuk cakram bikonveks apabila dalam keadaan tidak aktif.




JENIS JENIS OBAT DALAM HEMATOLOGI
A. Antikoagulan
Antikoagulan dapat digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikongulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah di luar tubuh pada pemeriksaan laboratorium atau tranfusi.
1.   Heparin
Indikasi: 
pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru, angina tidak stabil, profilaksis pada bedah umum, infark miokard.
Efek Samping: 
perdarahan (lihat keterangan di atas), nekrosis kulit, trombositopenia (lihat keterangan di atas), hiperkalsemia (lihat keterangan di atas), reaksi hipersensitivitas (urtikaria, angiodema, dan anafilaksis); osteoforisis setelah penggunaan jangka panjang (dan jarang terjadi alopesia).
Dosis: 
Pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru, secara injeksi intravena, dosis muatan 5000 unit (10.000 unit pada embolisme paru yang berat) diikuti dengan infus berkesinambungan 15-25 unit/kg bb/jam atau secaara injeksi subkutan 15.000 unit setiap 12 jam (pemantauan laboratorium penting sekali sebaiknya setiap hari).

2.   Warfarin
Indikasi: 
profilaksis embolisasi pada penyakit jantung rematik dan fibrilasi atrium; profilaksis setelah pemasangan katup jantung prostetik; profilaksis dan pengobatan trombosis vena dan embolisme paru; serangan iskemik serebral yang transien.
Efek Samping: 
perdarahan; hipersensitivitas, ruam kulit, alopesia, diare, hematokrit turun, nekrosis kulit, purple toes, sakit kuning, disfungsi hati; mual, muntah, pankreatitis.
Dosis: 
Pemberian warfarin harus diukur berdasarkan penetapan "quick onestage prothrombin time" atau thrombotest. Tingkat lazim untuk terapi antikougulan penunjang adalah 2 kali lebih besar atau lebih kecil dari "normal quick one-stage prothrombin time" atau 15-30% nilai normal pada "converted cougulation activity" atau kurang lebih 10% dari normal pada thrombotest.
Dosis yang lazim pada orang dewasa adalah 10 mg sehari selama 2 sampai 4 hari dengan penyesuaian setiap hari berdasarkan hasil penetapan waktu protombin, terapi lanjutan dengan dosis penunjang 2-10 mg sekali sehari
B. ANTIPLATELET
Obat anti platelet secara singkat adalah obat-obatan yang menghambat adanya agregasi platelet dan pembentukan thrombus dalam tubuh. Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan.



1.    Dipiramidol
Indikasi: 
sebagai tambahan antikoagulan oral untuk tujuan profilaksis tromboembolisme pada katup jantung prostetik.
Efek Samping: 
efek saluran cerna, pusing, mialgia, sakit kepala berdenyut, hipotensi, muka merah dan panas, takikardi; penyakit jantung koroner memburuk, reaksi hipersensitifitas (ruam kulit, urtikaria), bronkospasma dan angioedema berat; pendarahan meningkat selama dan setelah pembedahan; trombositopenia.
Dosis: 
oral, 300-600 mg sehari dalam 3-4 dosis terbagi sebelum makan

2.    Asetosal
Indikasi: 
profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard.
Efek Samping: 
bronkospasme; perdarahan saluran cerna (kadang-kadang parah), juga perdarahan lain (misal subkonjungtiva).


Pertanyaan :
1.    Bagaimana mekanisme obat antikoagulan ?  
2.    Bagaimana mekanisme obat antiplatelet ?
3.    Bagaimana interaksi obat antikoagulan ?


Handayani, W dan Haribowo, A.S 2008. “Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi”. Salemba medika: Jakarta.
Mitruka, B.M. dan Rawnsley, H.M. 1981. Clinical Biochemical and Hematological Reference values in Normal Experimental Animal and Normal Humans. 2nd Ed. Year Book Medical Publisher Inc., Chicago. Pp. 81-83.


Sabtu, 23 November 2019

ANTIKONVULSI (Antiepilepsi)
EPILEPSI didefinisikan sebagai serangan paroksismal berulang dengan interval lebih dari 24 jam tanpa penyebab yang pasti. Serangan paroksismal tersebut dapat bermanifestasi sebagai positif eksitasi (motorik, sensorik, psikis) atau bermanifestasi negatif (hilangnya kesadaran, tonus otot, atau kemampuan bicara) atau gabungan dari keduanya.
Golongan Obat Anti Epilepsi Jenis OAE sangat tergantung pada sifat serangan epilepsi, termasuk jenis epilepsi fokal atau umum. Obat anti epilepsi telah diklasifikasikan kedalam 5 kelompok kimiawi yaitu barbiturat, hidantoin, oksazolidindion, suksinimid danasetilurea (Ganiswara et al. 2002; Oktaviana dan Fitri, 2008; Levy et al. 1995)
·       Barbiturat. Obat ini menekan aktivitas sistem saraf pusat dan meningkatkan aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) yang menghambat neurotransmitter, sehingga mencegah terjadinya kejang. Antikonsvulsan barbiturat dipakai dalam mengobati semua jenis kejang. Contoh obat ini adalah phenobarbital.
·       Penghambat carbonic anhydrase. Obat ini menghambat enzim carbonic anhydrase, sehingga mempengaruhi elektrolit dan keseimbangan asam basa pada sel. Hal ini dapat mencegah kejang. Selain kejang, obat ini digunakan sebagai diuretik dan mengatasi glaukomaContohnya adalah topiramate.
·       Benzodiazepine. Obat ini bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat dan meningkatkan aktivitas GABA. Contoh obat ini adalah diazepam, clonazepam, dan lorazepam.
·       Dibenzazepine. Obat ini juga meningkatkan aktivitas GABA dan menghambat aktivitas natrium dalam sel. Contoh obat ini adalah oxcarbazepine dan carbamazepine.
·       Turunan asam lemak. Obat ini menghambat enzim penghancur GABA, sehingga meningkatkan konsentrasi GABA. Contoh obat ini adalah asam valproat (valporic acid).
·       Hydantoin. Obat ini menghentikan rangsangan sel saraf yang berlebihan saat kejang dengan menghambat aktivitas natrium dalam sel saraf. Contoh obat ini adalah phenytoin.
·       Pyrrolidine. Obat ini dipakai untuk pengobatan epilepsi dan bekerja dengan cara memperlambat transmisi saraf. Contoh obat ini adalah levetiracetam.
·       Triazine. Obat ini dapat menghambat pelepasan rangsangan neurotransmitter, glutamat, dan aspartate. Contoh obat ini adalah lamotrigine.
·       Analog gamma-aminobutyric acid (GABA). Obat ini bekerja layaknya GABA dalam tubuh. Contoh obat ini adalah gabapentin.
·       Obat antikonvulsan lainnya, misalnya magnesium sulfat.
Mekanisme Kerja Antikonvulsi prinsipnya ,obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan penyebaran kejang. Namun, umumnya obat antiepilepsi lebih cenderung bersifat membatasi proses penyebaran kejang daripada mencegah proses inisiasi. Dengan demikian secara umum ada dua mekanisme kerja, yakni: peningkataninhibisi (GABA-ergik) dan penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmitor.
1.    Bagaimana kontra indikasi dari antikonvulsan  ?
2.    Bagaimana interaksi obat konvulsi  ?
3.    Apa saja efek samping dari antikonvulsan ?

Referensi :
Katzung & Travors. Pharmacology examination & Board Review 9th editions.
Katzung, Bertam. 2007. Framakologi dasar & klinik edisi 8. Salemba medika: Jakarta.
Ganiswara. S.A. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi Iv. Bagian farmakologi kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 

ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah zat yang mampu mencegah pengelepasan atau kerja histamin. Antihistamin biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi. Walaupun selama ini antihistamin dirasa aman namun obat ini memiliki efek samping sedasi (rasa kantuk) yang dapat menurunkan daya tangkap. Terutama pada antihistamin turunan pertama yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Antihistamin ini merupakan obat yang bekerja sebagai antagonis reseptor histamin H1, H2, dan H3. Selain mengatasi alergi, antihistamin juga kerap digunakan untuk mengatasi mual dan muntah, atau mabuk perjalanan.
Penggolongan antihistamin
1.    Penggolongan antihistamin H1-blockers (antihistaminika klasik), Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna ,kantung kemih dan rahim.
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
2.    H2-blockers (Penghambat asma), obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine,dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun.
Macam-macam obat antihistamin
1.    Antihistamin generasi pertama, Antihistamin generasi pertama ini mudah didapat, baik sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat dekongestan, misalnya untuk pengobatan influensa. Kelas ini mencakup klorfeniramine, difenhidramine, prometazin, hidroksisin dan lain-lain
2.    Antihistamin generasi kedua, Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi seperti generasi pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit menembus sawar darah otak. Obat ini juga dapat dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti urtikaria dan asma bronkial.
3.    Antihistamin generasi ketiga, Tujuan mengembangkan antihistamin generasi ketiga adalah untuk menyederhanakan farmakokinetik dan metabolismenya, serta menghindari efek samping yang berkaitan dengan obat sebelumnya. Antihistamin generasi ketiga Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin, norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL).
Antihistamin bekerja dengan cara memblokir zat histamin yang diproduksi tubuh. Zat histamin, pada dasarnya berfungsi melawan virus atau bakteri yang masuk ke tubuh. Ketika histamin melakukan perlawanan, tubuh akan mengalami peradangan.
Efek samping antihistamin, Beberapa efek samping yang umumnya terjadi setelah mengonsumsi obat antihistamin ini adalah:

  • Mengantuk
  • Mulut kering
  • Pusing
  • Sakit kepala
  • Nyeri perut
  • Sulit buang air kecil
  • Mudah marah
  • Penglihatan kabur.



1.    Mengapa antihistamin menyebabkan kantuk ?
2.    Mengapa antihsitamin turunan pertama lebih memberikan efek sedasi (kantuk) ?
3.    Bagimana perkembangan antihistamin generasi ketiga hingga saat ini ?

Referensi :
Katzung & Travors. Pharmacology examination & Board Review 9th editions.
Katzung, Bertam. 2007. Framakologi dasar & klinik edisi 8. Salemba medika: Jakarta.
Ganiswara. S.A. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi Iv. Bagian farmakologi kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.



Jumat, 15 Februari 2019

Obat herbal antihipertensi


MENGKUDU SEBAGAI ANTIHIPERTENSI

            Penyakit Hipertensi atau yang lebih sering kita kenal dengan istilah penyakit darah tinggi adalah suatu kondisi dimana penderita memiliki tekanan darah yang jauh lebih tinggi di bandingkan dengan keadaan normal, dimana tekanan sistoliknya diatas 120 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 80 mmHg.Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh.Jika di biarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.Bila terus berlanjut,dapat meningkatkan resiko stroke, gagal ginjal,dan gagal jantung.
            Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan silent killer (diam-diam mematikan) karena penyakit ini sering kali datang tanpa gejala apapun.Resiko komplikasi akan meningkat dengan adanya faktor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya seperti kadar kolesterol dan kadar gula darah yang tinggi (diabetes).
            Penderita penyakit hipertensi harus terus menerus mengkonsumsi obat-obatan sepanjang hidupnya,walaupun tekanan darahnya sudah normal.Penderita juga harus rutin memeriksakan tekanan darahnya kedokter.Secara farmakologi Hipertensi dapat diobati dengan obat golongan Angiostensin Converting Enzim-Inhibitor (ACEI).Tetapi Catopril memiliki efek samping yaitu batuk kering.Maka ada baiknya jika dapat memanfaatkan obat herbal dari buah Mengkudu sebagai pengobatan Hipertensi,yang dimana di dalamnya mengandung senyawa Scopeletin(bahan aktif yang terdapat di dalam buah mengkudu yang dapat menurunkan tekanan darah).Scopeletin berfungsi memperlebar saluran pembuluh darah yang mengalami penyempitan dan memperlancar peredaran darah,sehingga jantung tidak terlalu keras untuk memompa darah dan tekanan darah menjadi normal.Namun, demikian Scopoletin yang terdapat dalam buah mengkudu dapat berinteraksi dengan nutraceuticals (makanan yang berfungsi untuk pengobatan) lain untuk mengatur tekanan darah menjadi normal,tetapi tidak menurunkan tekanan darah yang sudah normal.Tidak pernah di temukan khasus dimana tekanan darah normal turun hingga mengakibatkan tekanan darah rendah (hipotensi) 
(Praja et al. 2018).
            Secara sederhana kita dapat membuat obat herbal hipertensi(darah tinggi) dari mengkudu dengan cara memarut 3 buah mengkudu yang sudah di cuci bersih,hasil parutan di peras sambil di saring (usahakan airnya sampai satu gelas).Kemudian lansung di minum setiap pagi dan sore.Untuk menutupi rasa yang tidak enak dapat di kombinasikan dengan madu.

Daftar Pustaka
Dipiro.,JT.2009. Pharmacotherapy Handbook 7th edition . New York.
Praja.R.A., Dina.p., dan Nuraini .2018. Studi Penambatan molekuler senyawa scopoletin buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) pada enzim ACE sebagai Antihipertensi . Jurnal Farmagazine.